PENGEMBANGAN LAYANAN BERBASIS KOMUNITAS BERBASIS MASYARAKAT UNTUK PERLINDUNGAN BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Yayasan Sanggar Suara Perempuan

Ringkasan

Yayasan sanggar Suara Perempuan merupakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada isu kesetaraan gender, dimana ada banyak ketidak adilan yang dialami oleh masyarakat khusus perempuan mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan. Untuk itu salah satu program yang dikembangkan oleh YSSP adalah pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan. Layanan yang di berikan adalah menerima pengaduan, memberikan konseling, layanan shelter dan merujuk korban untuk memperoleh layanan sesuai kebutuhan korban ( seperti layaanan medis, proses penanganan kasus secara hukum, akses BPJS/JamKesda, akses dokumen kependudukan,dll). Berdasarkan data pendampingan SSP setiap tahun terjadi peningkatan kasus kekerasan di kabupaten TTS. Data pendampingan SSP tahun 2020 ada 120 kasus yang didampingi, tahun 2021 ada 120 kasus dan tahun 2022, 166 kasus. Korban berasal dari kecamatan dan desa yang ada di TTS. Melihat luasnya wilayah TTS yang terdiri dari 32 kecamatan dan terdiri dari 266 desa dan 12 kelurahan dan keterbatasan staf untuk memberikan layanan bagi masyarakat di TTS, maka SSP mengembangkan layanan berbasis komunitas dengan mengkapasitasi anggota kelompok dengan materi gender, Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP)/KTA, konseling, mekanisme penanganan kasus, pendokumentasi kasus, praktek merujuk kasus kepusat layanan kesehatan dan proses penanganan kasus secara litigasi dan non litigasi. Kini alumni pelatihan ( pendamping korban) dapat mendampingi korban dengana memberikan konseling, merujuk kasus dan membangun komikasi dan kerjadsama dengan polisi sektor, kepala desa dan pihak-pihak terkait untuk penyelesaian kasus secara non litigasi sedangkan untuk proses secara litigasi merujuk kasus ke SSP.


Tujuan SDGs
  • Tujuan 4. Pendidikan Berkualitas
  • Tujuan 5. Kesetaraan Gender

Latar Belakang

Layanan berbasis komunitas di kembangkan karena persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi hampir setiap hari dalam berbagai bentuk , baik terjadi di rana domestik maupun di ruang publik di desa dan kota, sementara jumlah staf yang memberikan layanan di tingkat lembaga/SoE berjumlah 3 orang. Dilihat dari jumlah staf dan jumlah kasus maka tidak berimbang sehingga dengan adanya pendamping korban di tingkat basis (masyakat) maka secara langsung mendekatkan layanan dan sekaligus meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya perlindungan bagi perempuan dan anak korban. kekerasan. Peran dari pendamping pendamping korban ditingkat basis/desa sangat membantu karena ketika ada perempuan dan anak mengalami tindak korban kekerasan,di lingkungannya atau di desa tetanga secara langsung dapat membatu korban dengan memberikan konseling (penguatan), merujuk kePolsek terdekat, kantor desa dan konsultasi ke SSP. sesuai keputusan dari korban. dari 22 desa dampingan SSP ada 2-3 orang aktif mendampingi dan merujuk korban.


Lokasi Pelaksanaan

Kabupaten Timor Tengah Selatan


Bulan Pelaksanaan

Januari


Tahun Pelaksanaan

2019


Aspek Inklusi
  • Perempuan Sebagai Kepala Keluarga
  • Penyandang Disabilitas
  • HIV/AIDS
  • Lanjut Usia
  • Minoritas
  • Kesetaraan Gender

Proses/Tahapan Pelaksanaan

- Sosialisasi tentang isu gender, KTP/KTA,, IMS, HIV/AIDS dan traffiking
- Pengorganisaan dan pendampingan kelompok
- Penguatan kapasitas kepada anggota kelompok tentang gender, KTP/KTA, Konseling, mekanisme penanganan kasus, pendokumentasian kasus, praktek merujuk korban untuk layanan kesehatan dan proses penyelesaian kasus di tingkat litigasi.
- Magang penanganan kasus.
- Refleksi bagi pendamping korban
Untuk penguatan kapasitas bagi anggota kelompok di lakukan beberapa kali, dan di lakukan refleksi setiap tahun untuk mengetahui sejaumana layanan yang di beri kepada masyarakat dan kendala. Dalam mendampingi dan penanganan kasus pendamping korban di dukung oleh keluarga dan mampu bekerjasama dengan pemerintah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat terutama keluarga korban. Pendamping korban juga di percaya dan di libat dalam proses penyelesaian kasus di tingkat desa. .


Aktor yang Terlibat
  • Pemerintah Provinsi
  • Pemerintah Kabupaten/Kota
  • Pemerintah Kecamatan
  • Pemerintah Desa/Kelurahan
  • Dunia Usaha (Termasuk Media)
  • Organisasi Kemasyarakatan (Termasuk LSM)
  • Komunitas
  • Akademisi (Sekolah & Perguruan Tinggi)

Hasil & Dampak

- Ada alumni yang terlatih di tingkatbasi untuk pendamping korban (anggota kelompok) dapat memberikan mendampingi korban ( konseling)
- Rumah anggota kelompok sebagai shelter bagi korban
- Berani dan percaya diri melakukan advokasi anggaran di tingkat desa, sehingga adanya alokasi desa untuk sosialisasi tentang KTP/KTA didesa.
- Mampu membangun kerjasama dengan pihak-pihak terkait baik pemerintah desa, tohoh masyarakat, tokoh agama dan pihak kepolisian di tingkat kecamatan (Polsek) untuk penanganan kasus.
- Fasilitator di tingkat desa

Dampak
- Korban pulih dan dapat berinteraksi dalam keluarga dan lingkungan
- Pendamping korban di percaya untuk terlibat dalam penyelesaian kasus di tingkat desa.
- Sebagian korban sudah dapat menolong korban yang lain dengan konseling awal dan merujuk kasus


Rekomendasi & Pembelajaran

Rekomenndasi :
-Perlu penguatan kapasitas bagi masyarakat secara terus menerus untuk meningkatkan perannya dalam upaya memberikan pencegahan dan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Pembelajaran:
Dengan adanya pendamping korban di tingkat desa, secara langsung membantu masyarakat, dalam memperoleh layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.


Sumber Informasi

Div. Komunikasi, Informasi dan Publikasi
Yayasan Sanggar Suara Perempuan-SoE


Kontak Sumber Pengetahuan

Sanggar Suara Perempuan
081231330735 Filpin
085253373757 Sita


Potensi & Kebutuhan Kerjasama

Menerima replikasi praktik baik Yayasan Sanggar Suara Perempuan di Kabupaten lain di Propinsi Nusa Tenggara Timur